Hari Sabtu kemarin. Tepatnya 22 Februari 2020. Grup blogger Anging mammiri mengadakan acara ngumpul bareng di Indicafe pada pukul 13:00. Karena tempat tinggal saya lumayan jauh dari lokasi maka saya memutuskan untuk berangkat pukul 06:00. Sekalian mengunjungi seseorang di Makassar jika waktu masih memungkinkan. Saya sudah menghubungi orang tersebut. Bahkan menyediakan beberapa kebutuhan.
“Oke.. hubungin saja kalau sudah ada di sekitar rumah,” begitu jawabnya ketika saya informasikan niat saya untuk silaturahmi ke rumahnya.
Namun tidak semua berjalan sesuai dengan rencana. Saat akan berangkat, suami sibuk ngurusin pelanggan yang mau beli kebutuhannya di toko kami. Otomatis saya bantuin suami dulu.
“Tidak usah bantu. Berangkat aja,” begitu kata suami. Tapi saya tidak sampai hati ninggalin suami yang kelabakan ngurusin toko. Akhirnya pekerjaan itu selesai tepat pukul 09:30. Disaat bersamaan hujan turun deras. Biasanya kalau di Jeneponto hujan. Otomatis Makassar hujan. Bahkan terkadang Makassar hujan tetapi Jeneponto tidak. Hal tersebut membuat niatku surut.
“Jangan ma pergi deh. Ka hujanngi,” kataku pada suami. Tetapi suami malah menyemangati.
“Pergi saja. Ka tidak jalan kaki jako. Naik angkutan umumji,” kata suami sambil memberhentikan mobil untuk saya tumpangi. Suami juga tidak lupa memberikan payung buat jaga-jaga.
Ternyata sampai di Makassar, tidak setetes hujan pun. Saya tiba pukul 12:30. Cek lokasi lalu ke mesjid. Beberapa menit di kamar mandi terus sholat di mesjid. Setelah sholat saya panik soalnya jam menunjukkan pukul 12:55. Saya bergegas ke cafe. Bunda Mugniar sebagai pemateri sudah tiba lebih dulu.
Acara berlangsung meriah. Tidak Nyesal jauh-jauh datang ke Makassar. Banyak ilmu yang di peroleh.
Saat sesi diskusi. Suami nge-chat mengingatkan untuk ngabarin teman. Och iya.. saya baru ingat tentang beliau.
“Bagaimana dik? Ka tidak sempatkan kayaknya kesabaran,” Chatku pada suami.
“Tidak usah kesana. Jangan dipaksakan,” jawab suamiku.
“Tapi..”
“Lebih besar mudharatnya,” tegas suamiku.
Iya juga sih. Kalau saya paksakan ke sana otomatis saya pulang larut malam. Iya kalau ada angkutan umum. Secara Pettarani dan Nusa Tamalanrea Indah itu sangat jauh. Ujung pukul ujung. Dan juga menuruti kata suami sebab itu perintah Rasulullah SAW.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa’ : 34].
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.”
Akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi teman tersebut. Meminta maaf dan memilih langsung balik ke Jeneponto setelah acara selesai.
Nach disinilah cerita itu dimulai. (Ach panjang lebar begini ternyata cerita belum mulai. Hahahaha)
Saya pamit ke teman-teman untuk pulang setelah acara selesai. Saat keluar dari cafe saya baru ingat payung yang suami berikan pas berangkat. Akhirnya saya balik masuk ke cafe buat nyari payung. Bukan apa-apa. Siapa tahu pekan depan hujan saat akan mengikuti acara blogger ini. Kan tuh payung ke pake.
Teman bahkan pelayan cafe ikut bantu nyariin tapi tidak ketemu. Yah sudahlah. Mungkin bukan rejekiku. Akhirnya saya pulang tanpa payung.
Pas diangkat saya ingat kalau payung itu saya simpan di mesjid. Tetapi nggak mungkin dong saya balik hanya untuk payung tersebut.
Saya coba muhasabah. Suami bilang kalau terjadi sesuatu yang buruk itu biasanya karena dosa sesuai firman Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Asy Syura: 30).
Apa yang salah dengan saya ya? Kalau suami. Dia ridho saya pergi. Bahkan sangat mendukung. Terus teman-teman. Semoga saya tidak menyinggung perasaan mereka sebab saya tidak banyak bicara.
Saya terus memikirkan kejadian yang menimpa saya. Terus di jalan saya panik.
“Kok angkut ini lewat sini?” Tanyaku.
“Disini memang. Maulid kemanakah?” Tanya penumpang.
“Ke Jeneponto,’ jawabku masih bleng.
“Cocokmi. Nanti turunnya setelah jembatan kembar. Disitu banyak mobil Jeneponto,” jelas penumpang tersebut.
Saya menatap sekeliling kemudian beristigfar. Ada apa dengan saya? Kok bisa bleng. Padahal ini bukan pertama kalinya saya ke Makassar.
Saya kemudian turun setelah jembatan kembar. Terus angkutan umum lainnya nawarin Saya sudah tegaskan kalau saya mau ke Jeneponto dan sopirnya jawab iya. Tentu saja tanpa pikir panjang saya naik ke angkutan umum tersebut. Toh adzan Maghrib sudah berkumandang.
Naasnya ternyata sopir beranggapan kalau saya mau ke Bontonompo. Dua kabupaten sebelum kabupaten Jeneponto tempat tinggal saya. Mau tidak mau saya harus turun. Bayar biaya angkut lalu mencari angkutan lain. Saya terus mencari tahu dosa apa yang saya lakukan sampai musibah ini menimpa saya. Saya mulai panik. Tidak satupun mobil yang berhenti padahal malam semakin larut.
Tiba-tiba saya ingat kesalahan saya. Saya tahu bahwa teman yang tadi ingin saya kunjungi adalah orang baik. Seorang akhwat yang memaafkan kesalahanku karena memintanya menunggu. Menolak semua pesanannya demi memenuhi kebutuhan saya serta menghabiskan waktu menunggu saya. Itu kesalahan terbesar saya. Buru-buru saya istighfar. Saya tahu bahwa itu semua pembersihan dosa saya.
Setelah itu barulah sebuah mobil berhenti dan mengantarkan ku dengan selamat sampai ke Jeneponto.
Allah itu adil. Percayalah. Untuk engkau yang merasa tersakiti. Terdzolimi. Percayalah Allah membalasnya. Entah kita mengetahuinya atau tidak. Entah kita sudah memaafkannya atau tidak.
Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (surat-al-zalzalah).
Sedangkan hikmah muhasabah:
1). Kita tidak akan menyalahkan keadaan namun berusaha untuk mencari tahu kesalahan kita.
2). Mampu mengendalikan emosi.
3). Setelah menyadari kesalahan maka hati akan terasa tenang dan bersyukur atas apa yang Allah berikan.
Jadi kawan. Jangan langsung marah saat sesuatu yang buruk menimpa kita. Allah Maha adil kok.